Untuk share dan konfirmasi,
silakan info/pesan ke nomor hp/WA: 089637410323 (atas nama Pusat Dakwah Al-Qur'an).
Semoga tulisan berikut ini bermanfaat sebesar-besarnya bagi semua.
Ketika Rahmat (Kasih Sayang) Mengalahkan Murka/Amarah
Refleksi Atas Aksi Bela Islam 212
Oleh: Muhammad Furqan Alfaruqiy
Pembina Pusat Dakwah Al-Qur'an (PDA) Jakarta
Kesepakatan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai hasil pertemuan dengan Pemerintah Republika Indonesia, direpresentasikan dengan kehadiran Kapolri, berkenaan dengan AKSI 212, pada tanggal 28 November 2016 lalu, mengingatkan saya pada: kalimat basmalah (Bismillaahirrahmaanirrahiim).
Bagi nalar sederhana Anda, entah sebagai pembela Al-Qur'an, pencinta, pembaca atau pun sekadar pengamat, kalimat basmalah pastilah mengisyaratkan sesuatu yang sangat fundamental, pokok, primordial atau istilah apapun yang semakna dengannya.
Mengapa?
Posisinya sebagai kalimat pertama, “pembuka” Surah Pembuka (baca: al-Fatihah) yang begitu menonjol memang tidak bisa mengelak dari dugaan semacam itu. Apalagi, ternyata kalimat yang sama menjadi pembuka semua surah dalam Al-Qur'an, kecuali surah ke-9 (at-Taubah).
Berikut ini beberapa fakta menarik yang boleh jadi sangat penting bagi Anda. Semoga.
Tahukah Anda bahwa Asma al-Husna––Nama-nama Allah Subhanahu wa-Ta‘ala––paling banyak kedua muncul secara statistik di dalam Al-Qur'an setelah kata Allah (الله) itu sendiri (lebih dari 2600 kali),adalah:
Ar-Rahim (الرØيم) sebanyak 114+112, alias 226 kali,
Ar-Rahman (الرØمن) sebanyak 57+112, sama dengan 169 kali?
Karena kedua Asma al-Husna tersebut bersumber dari akar kata yang sama, rahmat (رØمة), dapat dikatakan bahwa total kemunculan nama tersebut sebanyak 395 kali. Angka ini jauh “mengungguli” kemunculan nama Al-‘Alim (العليم) sebanyak 153 kali dan Al-Hakim (الØكيم) sebanyak 91 kali. Kata rahmat sendiri berasal dari akar kata rahima (رØÙ…), artinya a.l. ‘mengasihi’, ‘menyayangi’ dan ‘menyebarkan nikmat’, adalah lawan kata ghadhab (غضب), artinya a.l. ‘murka’, ‘amarah’, ‘yang sangat merah (warnanya)’. Di dalam Al-Qur’an, kata yang seakar lawan kata rahima, terulang hanya 24 kali. Bandingkan dengan kata rahima yang terulang sebanyak 339 kali plus 2 X 112 pada kalimat basmalah di setiap awal surah Al-Qur'an. Artinya, total perulangan akar kata rahima (total sebanyak 563 kali) jauh mengungguli kemunculan lawan katanya (hanya 24 kali).
Apa arti semua fakta di atas?
Sangat penting, fundamental, bahkan menjadi kunci penentu kesuksesan proses selanjutnya dalam setiap langkah kehidupan! Itulah sebagian esensi Rahmat, atau diterjemahkan bebas dengan sebutan ‘Kasih Sayang’. Fakta statistik kemunculan Asma al-Husna Ar-Rahman dan Ar-Rahim, perbandingan rahima versus ghadhab di dalam Al-Qur'an sebagaimana disebutkan di atas seolah-olah menguatkan pesan sahih Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang memuat hadits qudsi sebagai berikut: “Ketika Allah menetapkan penciptaan makhluk, Dia menuliskan dalam kitab-Nya ketetapan untuk diri-Nya sendiri: ‘Sesungguhnya rahmat-Ku (kasih sayangku) mengalahkan murka-Ku.’ (hadits shahih diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Apa hubungan hadits di atas dengan peristiwa kesepakatan Aksi 212? Berikut ini adalah hasil refleksi yang ingin saya bagikan kepada Anda sekalian: Sekalipun Neraca Kasih Sayang yang telah Allah Subhanahu wa-Ta‘ala tetapkan bagi alam semesta ini menempatkan bobot atau porsi kasih-Nya jauh melampaui murkaNya, ketetapan ini tidak otomatis berlaku bagi makhluk manusia. Karena Dia juga sebagai Sang Maha Pencipta juga memberi hak kebebasan memilih bagi manusia, untuk tunduk dengan ketetapanNya, atau sebaliknya. Suasana psikologis bangsa Indonesia yang begitu menegangkan terutama beberapa bulan terakhir ini membuat semua pihak serba bingung dan cemas.
Apakah kiranya akhir dari semua drama kehidupan bangsa ini? Sebagian pihak sudah berpandangan pesimistik. Sebagian besar dalam posisi menunggu keadaan. Hanya sebagian kecil yang masih berpikiran positip dan optimistik. Isu, wacana dan pertengkaran yang berkembang di medsos cukuplah untuk menggambarkan kengerian suasana yang sedang dihadapi.
Arah mana yang akan dipilih oleh bangsa Indonesia, yang mayoritas berpenduduk muslim?
Sadarkah mereka tanggung jawab dan risiko pilihan yang mereka putuskan?
Ringkasnya, suasana batin menjelang peristiwa kesepakatan GNPF-MUI dan Pemerintah seolah-olah akan menentukan Surga” atau “Neraka” negeri ini. Alhamdulillah, pilihan kesepakatan ternyata sejalan dengan ketetapan-Nya di alam semesta raya: Rahmat (Kasih Sayang) mengalahkan Murka. Seharusnya memang demikian. Karena rahmat-Nya-lah jalan untuk menyelamatkan umat Islam Indonesia dari berbagai bencana. Masih ingatkah kita Alines ke-3 UUD 1945? “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa…” Kalimat ini menjadi sakral bagi eksistensi bangsa Indonesia. Kita tidak boleh melupakan nikmatNya sebagai bagian dari sejarah kita, dimana hal itu diakui dengan setulusnya oleh para pendiri (founding fathers) negeri ini, bahwa kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah manifestasi dari rahmatNya. Artinya, jika penduduk negeri ini mengidam-idamkan kehidupan yang maju, sejahtera, bertambah cerdas, damai dan berkeadilan, dan pada akhirnya berperan sebagai penyelamat kehidupan bumi dan alam semesta, maka perbanyaklah upaya menjemput rahmatNya, agar lebih banyak tercurahkan kepada negeri dan penduduk Indonesia.
Sedikit “kuliah singkat” yang perlu diketahui tentang makna dan esensi Rahmat.
Pertama, inilah Bahasa Utama dakwah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mengantarkan umat kepada kesuksesan paripurna.
Kedua, Rahmat adalah “Protokol Elementer” agar kita sukses berkomunikasi dengan segenap makhlukNya, tidak pandang bulu dari apa mereka diciptakan, serta di tingkat manakah kelas mereka dalam piramida kehidupan.
Ketiga, saudara-saudara kita kaum Nasrani sangat akrab dengan bahasa Rahmat. Mereka menyebutnya dengan istilah Kasih Tuhan.
Saya juga yakin, bahwa semua keyakinan agama di persada Indonesia menyadari betul makna dan esensi Rahmat. Dengan demikian, ketika para ulama Islam, umara, masyarakat Indonesia memilih jalan Rahmat (Kasih Sayang) mengalahkan Murka, getarannya dirasakan secara langsung maupun tidak oleh mereka yang tidak ikut langsung dalam momentum mahapenting tersebut.
Keempat, tahukah Anda bahwa Rahmat (Kasih Sayang) mengalahkan Murka adalah gaya pengikat (affinity force) yang kokoh, menimbulkan efek harmoni, aman, damai dan abadi? Sebenarnya dalam tinjauan sosiologi, banyak faktor pengikat suatu kaum. Kesamaan etnis, bahasa, ekonomi, profesi, kepentingan, keyakinan dll. bisa membuat manusia bersatu/berkelompok. Bahkan, sekadar kesamaan hobi saja pun, sama-sama penggemar sepeda motor, misalnya, bisa membuat mereka berkelompok. Tapi semua jenis ikatan tersebut di atas bukanlah yang kokoh, harmonis, aman dan apalagi abadi.
Jadi, ketika Rahmat (Kasih Sayang) mengalahkan Murka menjadi pilihan, umat Islam Indonesia dan bangsa Indonesia secara umum, telah mengambil ikatan super, di atas semua jenis ikatan kelompok dalam konteks sosiologis. Inilah ikatan sakral (suci) yang berlaku bagi semua makhlukNya. Umat Islam harus bersatu karena ikatan suci tersebut. Semua pihak di berbagai bidang kehidupan dan profesi, baik ulama, Pemerintah, TNI, Polri, PNS, politisi, kaum pedagang serta masyarakat biasa adalah bagian dari umat yang satu. Tidak sepatutnya mereka saling mengejek, menghina, mencerca, hingga bahkan mencelakakan satu dengan lainnya. Menjadi muslim dan menjadi Indonesia adalah satu paket yang tak terpisahkan. Konsekuensinya adalah semua komponen umat menjadi paling merah putih dalam mencintai dan membela negeri ini secara bersama-sama. Perlu dipahami bahwa ketika umat Islam Indonesia dihimbau untuk bersatu melalui ikatan Rahmat (Kasih Sayang), pastilah akan membawa keselamatan dan perdamaian bagi semua, termasuk saudara sebangsa nonmuslim sekalipun.
Ingat sekali lagi!
Ikatan yang dipilih adalah Rahmat (Kasih Sayang), bukan sentimen kelompok dan sejenisnya. Lagi pula, andai semua komponen umat Islam Indonesia dapat mengikatkan dirinya melalui Rahmat (Kasih Sayang), problematika negara dan bangsa tidak otomatis hilang. Yang pasti, akan sangat berkurang, dan lebih dari itu, ikatan ini menjadi Modal Besar bagi kemajuan Indonesia di masa yang akan datang. Kelima, ketika Rahmat (Kasih Sayang) mengalahkan Murka itu berarti: kita berupaya lebih memudahkan daripada mempersulit orang lain, lebih banyak menunjukkan teladan/contoh nyata ketimbang ucapan/nasihat lisan, lebih mempriotaskan yang lemah daripada yang kuat, mendahulukan kewajiban daripada meminta hak, lebih banyak memaafkan daripada memupuk dendam kesumat, lebih berpikir positip ketimbang negatip, memperbanyak doa kebaikan daripada mengutuk/melaknat, mendahulukan persamaan daripada perbedaan, dll.
Dalam konteks hukum dan dan keadilan, saya pernah mengemukakan di hadapan suatu komunitas hakim tinggi DKI bahwa ruh dari penegakan hukum adalah keadilan, dan di atas keadilan adalah Rahmat (Kasih Sayang). Keenam dan terakhir, perlu disadari sepenuhnya bahwa satu-satunya sumber Rahmat di alam semesta raya ini: Allah Subhanahu wa-Ta‘ala, Tuhan Semesta Alam. Jadi, tidak pilihan bagi kita yang sudah sadar ilmu. Agar kita memperoleh “nutrisi” Rahmat yang melimpah-ruah, berupayalah sedekat dan setaat mungkin kepadaNya. Sila pertama Pancasila yang berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” sudah sangat tepat/sejalan dengan pesan pokok Al-Qur'an, yang mana ma’rifat dan kedekatan seseorang kepadaNya menjadi penentu arah dan nilai langkah selanjutnya, khususnya untuk memperoleh kelimpahan Rahmat pada diri kita dan segenap negeri. Ingat! Urusan Rahmat (Kasih Sayang) tidak hanya menyangkut keselamatan di tingkat makro dan global. Persahabatan Anda, kelancaran dan keberkahan rezeki Anda, suasana batin Anda yang senantiasa ceria, hingga kelanggengan rumah tangga Anda pun adalah refleksi dari kadar rahmatNya pada diri Anda.
Wallahu A’lam bish-shawab.
Jakarta, 30 November 2016.
Untuk share dan konfirmasi,
silakan info/pesan ke nomor hp/WA: 089637410323 (atas nama Pusat Dakwah Al-Qur'an)
0 Komentar