Ketika
matahari Desember mulai bergeser ke ufuk barat, menanti kehadiran sang dewi
malam yang sudah memasuki usia senjanya di tahun ini, fajar Januari pun mulai
meninggi di ufuk timur, menunjukkan eksistensinya sebagai sang raja siang yang
berkuasa, raja baru dengan semangat baru di kehidupan yang baru.
Aku duduk
di pojok ruangan, menatap keluar jendela,
sesekali dua sampai tiga helai daun pohon rambutan beterbangan tak karuan.
Maklum, Pohon itu tertanam kokoh tepat berhadapan dengan jendela kamarku. Ku
tatap batangnya yang padat, otakku mulai bekerja agak keras untuk kembali
mengorek pengetahuan lama. Hingga berujung pada sebuah kesimpulan bahwa dari
batang pohon itulah cikal bakal hadirnya kertas yang hingga dewasa ini menjadi
bahan yang cukup digandrungi oleh manusia dari berbagai varian latar belakang.
Aku
mulai mencari secarik kertas. Dalam hitungan detik, kertaspun sudah berada dalam
genggaman.
Sesekali
kutatap kertas itu, kubuka genggaman tanganku, tampaklah kertas yang lusuh dan
meninggakan bekas lipatan yang tak karuan. Kuberfikir sejenak, yang kemudian mengantarkanku pada sebah
kesimpulan, bahwa kertas yang sudah terlipat tak karuan tadi, masih bisa
diluruskan kembali, namun akan meninggalkan bekas lipatan yang tak mudah untuk
dihilangkan. Begitu juga dengan perilaku kita kepada orang lain. Perkataan maaf
sangat mudah dilontarkan. Namun bekas luka yang telah terukir, tak akan hilang
dengan mudah. Seperti lipatan kertas tadi, mudah diluruskan kembali, tapi sukar
menyamarkan bekas lipatan yang sudah terlanjur tercetak di permukaannya.
Oleh: Muhammad Fajar
Suardi
#30DWCjilid10
#Day25
#Squad3
0 Komentar