Transisi Dari Angka Ke Makna


Ketika bangun tidur di pagi hari, cobalah temukan sekuntum mawar merah!
Tangkai mawar yang berduri dan bunganya yang menawan menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmatnya. Dengan spesies yang sama, namun akan ada 2 piihan berbeda dalam menanggapinya. Bersyukur karena duri itu ditumbuhi mawar, atau malah menggerutu karena mawar itu ditumbuhi duri? Sudut pandang berhasil memainkan peran yang penting di dalamnya.

Sebuah” paradigma” menjadi primadona ketika sorot lampu utama mengarah kepadanya. Betapa tidak, dengan sudut pandang kita bisa menanggapi objek yang sama dengan tanggapan yang variatif. Dengan sudut pandang, kita bisa melihat dunia dengan cara yang berbeda. Demikian halnya dengan berbuat baik. Dengan sudut pandang, kita bisa menentukan apakah kita akan terus berkutat dibilangan angka atau mencoba bertransisi kebilangan makna.

Pernyataan tersebut searah dengan analogi berikut. Apakah anda mempunyai pohon mangga yang tertanam di pekarangan rumah? Bagaimana perasaan anda jika pohon mangga tersebut setelah kita rawat bertahun-tahun, kita sirami tiap paginya, kita cintai setiap saatnya, namun ternyata bagaikan air susu yang dibalas air tuba, cinta kita bertepuk sebelah tangan. Buah mangga yang dinanti akan menjadi penghibur dikala lapar, tak kunjung memberikan hasil yang positif. Bak seorang ibu yang mendambakan sang buah hati yang belum terwujud di tengah gencarnya ikhtiar yang sudah dilakukan. Kecewa? Iya. Karena kita tidak holistis dalam melihat sesuatu, karena mata kita hanya terfokus mencari angka sementara makna yang tersirat terhalang oleh dinding pembatas.

Kita hanya mengharapkan angka/nominal dari pohon mangga tersebut. Apa daya pohon tak berbuah. Buahnya yang hanya dihargai Rp. 10.000/kg berhasil membuat kita kecewa karena ternyata hanya menjadi angan belaka. Sementara tahukah kita, bahwa pohon menjadi penyuplai gas yang dipergunakan manusia untuk bernafas. pohon akan memproduksi gas berkode O2 itu  dan dihirup oleh manusia dan makhluk hidup lainnya secara Cuma-Cuma alias GRATIS. Yang jika kita bertanya kepada pihak rumah sakit, atau kepada orang yang pernah menggunakan tabung oksigen, maka kita akan menemukan harga fantastis yang per 10 menitnya saja, kita harus merogoh kocek sekitar Rp. 75.000. 



Pertanyaannya, apakah kita hanya ingin bernafas selama 10 menit? Silahkan dikali perjam, perhari, perbulan bahkan pertahun, maka kita akan menemukan diri kita yang lalai untuk bersyukur, yang mengabaikan makna yang tersirat, karena disibukkan dengan mencari angka yang tidak seberapa hasilnya.

Pada akhirnya, kita baru tersadar bahwa ternyata sebuah makna memberikan hasil yang jauh di atas ekspektasi dibandingkan dengan angka nominal. Ibarat pisau yang harus sering di asah agar terus terjaga ketajamannya. Demikian juga sudut pandang yang harus terus dilatih agar tidak selamanya terjebak dalam mengejar angka saat melakukan kebaikan dan mengabaikan sebuah makna yang jauh lebih menjanjikan.

Pilih angka atau makna?

0 Komentar