“Kalah Untuk Menang”



“Tidak apa-apa kita mundur selangkah, Tapi jadikan sebagai ancang-ancang untuk melompat seribu langkah ke depan”.

Subuh itu, saya terhentak dan terbangun dari mimpi. Tanpa aba-aba, mata saya tertuju pada sebuah dinding kamar yang memuat tulisan di atas. Tiba-tiba ingatan saya flashback  pada sebuah momen yang hampir mustahil terjadi jika tidak diikat dengan fighting spirit yang tinggi. Kala itu  25 Mei 2005, mempertemukan 2 klub raksasa besar dari 2 negara yang berbeda. Liverpool dari Inggris dan AC Milan sebagai perwakilan Italia. Suasana Stadion Olimpiade Kemal Attaturk membahana ketika 2 keseblasan memasuki lapangan pertandingan. Pada saat itu, penonton sudah memprediksi bahwa AC Milan akan keluar sebagai jawara pada Liga Champion kali ini. Dan ternyata seakan dewi fortuna  memihak kepada Klub Italia itu hari ini. Skor 3-0 di babak pertama, untuk kemenangan AC Milan. Paolo Maldini dan Hernan Crespo cukup boleh berbangga dengan torehan gol yang mereka lesakkan ke gawang Liverpool.  Bukan hanya serangan para striker AC Milan yang membuat Punggawa Liverpool kocar kacir, namun sorak sorai penonton yang tak memihak turut andil dalam merusak mental mereka.

Pada saat genting tersebut, seorang Rafael Benitez hanya memiliki 15 menit waktu istirahat untuk kembali menggerakkan generator semangat anak asuhnya.  Kalah skor yang telak dilengkapi dengan mental yang jatuh seakan menambah perih penderitaan mereka.  Berjalan dari bangku cadangan menuju ke ruang ganti pemain, Rafael Benitez terus memutar otak, mencari kata yang tepat untuk disampaikan.

“Jangan tundukkan kepala kalian, kalian Liverpoll!”
“Bukan Liverpool namanya, jika kalian masih menundukkan kepala.”

Bagaikan sebuah mantra sihir yang spontan keluar dari mulut sang pelatih. Dengan gerak yang cepat Rafa mulai menyusun strategi, memasukkan Haman untuk membayangi Kaka. 15 menit berlalu, tim memasuki lapangan. 5 menit babak kedua masih belum menunjukkan peningkatan performa dari Liverpool. Namun 6 menit setelah itu, seorang Steven Gerrard mengambil peluang dari umpan yang diberikan Riise dengan menyundul bola hingga merobek jala gawang AC Milan. Skor berubah 3-1. Selang beberapa menit kemudian, AC Milan dikejutkan dengan tendangan geledek dari Smicer yang gagal diantisipasi oleh Dida. Skor berubah 3-2. Tak lama setelah itu, Steven Gerrad dijatuhkan di kotak terlarang sehingga menghasilkan tendangan penalti. Sepakan dari titik putih ternyata dieksekusi oleh Xabi Alonso namun berhasil ditepis oleh Dida, namun kembali disambut oleh Alonso dan kembali menyarangkan bola di gawang AC Milan. Skor imbang 3-3. 2 kali perpanjangan waktu pun tak berhasil menentukan siapa jawara pada ajang Liga Champion kali ini. Akhrinya hasil akhir pertandingan ditentukan melalui drama adu pinalti, yang akhirnya dimenangkan oleh Liverpool.

Stadion Kemal Attaturk bergemuruh, menyaksikan perjuangan sang kesatria lapangan yang dikelilingi aura ketenangan hingga mengangkat tropi kemenangan, menegaskan sebuah pelajaran bahwa selama nafas masih ada, pejuangan masih tetap berlanjut.

Kawan, terkadang kita terlalu takut pada sebuah kegagalan. Takut memulai karena takut salah. Meganggap bahwa sebuah kesuksesan adalah ketika nihil kesalahan. Namun kita belajar dari sebuah tim yang hebat, bahwa gagal adalah sebuah ancang-ancang untuk melompat lebih jauh ke depan untuk menggapai sebuah kemenangan.

Jika kita menendang bola kemudian bola itu meleset dari gawang, jangan geser gawangnya, tapi perbaiki tendangan kita. Jika kita gagal dalam misi mencapai kesuksesan, jangan salahkan mimpi kita, tapi perbaiki konsep dan strateginya.





0 Komentar