Pernahkah
kita meminta uang jajan ke orang tua kita?
Coba
putar kembali kenangan masa lalu itu dalam memori kita? kita akan menemukan
kembali ekspresi orang tua kita yang kadang tak bersahabat karena beradu
argumen dengan jumlah uang jajan yang kita minta, atau terkadang mereka tanpa alasan
tertentu memberikan uang jajan lebih kepada kita. Terkadang butuh rayuan maut
untuk melenturkan tangan papa agar tak kaku menarik tumpukan kertas biru
bergambar Pahlawan Pattimura itu.
Belum
sempat senyumku terlontar lama kala mengingat momen jenaka itu, datang lagi
memori baru beberapa hari yang lalu, mengingatkanku saat menikmati santap malam
di salah satu warung pinggir jalan dekat kampusku. Kala itu suasana warung
terbilang cukup ramai karena bertepatan dengan jam istirahat mahasiswa dari
kesibukannya dalam belajar. Belum sempat
kuseruput kopi panas pesananku, di depan warung sudah berdiri sosok yang tak
asing jika dilihat dari penampilan dan pernak-pernik yang dibawanya. Seorang
pengamen, dengan botol air mineral kosong yang isinya diganti dengan batu
kecil, bukan untuk diminum, tapi dipukulkan pada telapak tangan kirinya yang
menyambutnya dengan senada. Satu lagu pun dinyanyikannya, namun tak jelas
kalimat apa yang dia ucapkan, mungkin karena jumlah air liur yang diproduksinya
saat bernyanyi 2 kali lebih banyak, membuatnya terdengar seperti
berkumur-kumur. Alih-alih membuat kami terhibur, dari penampilan dan peralatan
yang dibawanyapun kita sudah tau bahwa dia seorang amatiran. Akhrinya dia
menuntaskan tugasnya sebagai penghibur, penghibur yang gagal menurutku. Dia
berjalan, menadahkan tangannya, tak sedikit yang memberinya upah barang lima ratusan,
namun banyak juga yang menganggap dia makhluk transparan, tak terlihat di
pelupuk mata, tak dihiraukan, akhirnya dia pergi dan menghilang sejauh mata
memandang.
Selang
beberapa helaian napas, datang lagi seseorang dengan profesi yang sama, namun
dengan peralatan yang lebih menjanjikan. Sebuah gitar ditentengnya sambil
sesekali dimainkan kemudian menyetem secara bergantian. Satu lagu
dinyanyikannya. Lagu lawas ditambah alunan gitar dan suaranya yang aduhai
membuat kami terlena sejenak, sambil sesekali menirukan lirik lagu yang
dinyanyikannya. Sempurna. Tepuk tangan
pecah, riuh sorak sorai pelanggan pun membuat suasana agak ramai saat itu. Sang
pengamen serta merta menyampaikan terima kasihnya dan diakhiri dengan berjalan
ke arah meja tiap pelanggan sambil menadahkan topi yang dibawanya. Tak sedikit
yang memberinya upah lebih bahkan berlebihan, namun sebagian ada yang hanya
bermodalkan senyuman sambil menanyakan nama sang pengamen, sebagai bentuk
apresiasi atas hiburan lagu yang dibawakannya dengan indah. (bersambung...)
Oleh: Muhammad Fajar
0 Komentar