Semenjak kita dilahirkan ke dunia
yang fana melalui wasilah ibu kita, sesungguhnya tidak terlepas dari kodrat
kita sebagai manusia untuk beribadah kepada-Nya. Namun segelintir orang masih
terperangkap dengan pengertian etimologi dari ibadah itu sendiri. Ibadah hanya
dianggap berkutat di sekitar kegiatan shalat lima waktu, puasa, zakat, haji, dsb. Padahal, ibadah dengan konsep
pemahaman seperti itu hanya menempati angka 17% dari skala 100.
Terus 83% nya kemana?
Jika pemahaman kita tentang ibadah
masih seputar ibadah ritual saja tanpa memperhatikan aspek non ritualnya, maka
kodrat kita sebagai manusia sudah melenceng, karena ternyata kita hanya
memenuhi 17% dai skala 100 dalam hal menyembah kepada-Nya, sementara sisanya
berkutat pada hal yang sifatnya non-ritual.
Mari kita coba ubah paradigma kita
tentang ibadah. Pernahkah anda mendengarkan sebuah hadits yang mengatakan bahwa
segala perbuatan tergantung pada niatnya? Sungguh besar peranan niat dalam
segala hal yang kita lakukan. Suatu ibadah bisa terhitung sebagai dosa jika kita
salah dalam meniatkannya. Mengapa demikian? Karena ketika kita berniat untuk
sedekah misalnya, namun dalam hati kita berharap mendapat pujian dari orang
lain atas kedermawanan kita, maka itulah yang akan kita dapatkan. Boleh jadi
pujian orang lain menyenagkan hati kita, namun tak terhitung ibadah di
sisi-Nya.
Tapi coba bayangkan ketika kita
mulai merebahkan diri di atas kasur, kemudian sebelum tidur kita niatkan untuk
memohon agar tidur kita berkualitas, sehingga esok hari bisa mencari rezki yang
halal. Maka selama kita tidur dalam beberapa jam tersebut akan terhitung ibadah di
sisi-Nya.
Maka mulai saat ini, mari kita
jadikan seluruh kegiatan kita bernilai ibadah dengan meluruskan niat, karena
sesungguhnya segala perbuatan itu akan dinilai berdasarkan niatnya.
Oleh: Muhammad Fajar Suardi
#Day15
0 Komentar