Konkret
dan abstrak.
2
kata ini muncul berdasarkan hasil perenungan atas 2 kalimat syahadat, yang pada
kalimat pertama menyatakan kesaksian kepada Allah SWT yang mana dzat-NYA adalah
ghoib (abstrak) dan diikuti oleh kalimat kedua yang menegaskan bahwa Muhammad
SAW itu adalah utusannya, yang mana dzatnya adalah konkret.
Pada
hakikatnya, 2 kata ini bagaikan 2 sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. 2
kata ini akan selalu berdampingan khususnya dalam memaknai arti kehidupan yang
fana ini. Namun kata yang kedua (abstrak), tersurat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, tapi tersirat pada pengejawantahannya dalam kehidupan sehari-hari.
Benarkah
demikian?
Pernyataan
tersebut searah dengan analogi berikut. Apakah anda mempunyai pohon mangga yang
tertanam di pekarangan rumah? Bagaimana perasaan anda jika pohon mangga
tersebut setelah kita rawat bertahun-tahun, kita sirami tiap paginya, kita
cintai setiap saatnya, namun ternyata bagaikan air susu yang dibalas air tuba,
cinta kita bertepuk sebelah tangan. Buah mangga yang dinanti akan menjadi
penghibur dikala lapar, tak kunjung memberikan hasil yang positif. Bak seorang
ibu yang mendambakan sang buah hati yang belum terwujud di tengah gencarnya
ikhtiar yang sudah dilakukan. Kecewa? Iya. Karena kita tidak holistis dalam
melihat sesuatu, karena mata kita hanya terfokus memaknai yang konkrit
sementara makna abstrak yang tersirat terhalang oleh dinding pembatas.
Kita
hanya mengharapkan sesuatu yang konkret dari pohon mangga tersebut. Apa daya
pohon tak berbuah. Buahnya yang hanya dihargai Rp. 10.000/kg berhasil membuat
kita kecewa karena ternyata hanya menjadi angan belaka. Sementara tahukah kita,
bahwa pohon menjadi penyuplai gas yang
dipergunakan manusia untuk bernafas. pohon akan memproduksi gas berkode O2 itu
dan dihirup oleh manusia dan makhluk hidup lainnya secara Cuma-Cumaalias GRATIS.
Yang jika kita bertanya kepada pihak rumah sakit, atau kepada orang yang pernah
menggunakan tabung oksigen, maka kita akan menemukan harga fantastis yang per
10 menitnya saja, kita harus merogoh kocek sekitar Rp. 75.000.
Pertanyaannya, apakah kita hanya ingin bernafas selama 10 menit?
Silahkan dikali perjam, perhari, perbulan bahkan pertahun, maka kita akan
menemukan diri kita yang lalai untuk bersyukur, yang mengabaikan hal abstrak
dan memisahkannya dari yang konkret. Maka wajar jika kita menemukan manusia
yang super hedonis terhadap dunia namun lalai akan hari akhirat, padahal yang
tak terlihat, bukan berarti tidak ada.
Sikap holistis dalam bertindak dan berpikir inilah yang harus kita
tanamkan dalam diri kita. Dibalik sesuatu yang konkret, maka ada hal abstrak
atau sesuatu yang tersirat didalamnya yang butuh dieksplorasi. Begitupula dalam
hal mengikuti junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Suri tauladan dalam segala hal,
disamping beliau yang terkenal pemaaf dan penyayang, namun tetap gagah dalam
memimpin jihad, disamping beliau pebisnis yang sukses, namun beliau juga
terkenal dermawan.
Beginilah seharusnya kita meneladani idola kita. Segelintir orang tidak
memahami makna holistis sehingga terkesan menjadi pengikut buta tanpa tahu
esensinya. Rajin ngaji, celana nyunnah, namun memunafikkan orang yang terjun
dalam dunia politik, mungkin dia lupa bahwa Nabi Muhammad adalah seorang
Presiden pada masanya. Mendakwahi sekumpulan orang namun yang terjadi adalah
mengkafirkan dan memvonis sepihak tanpa dalil yang jelas, sehingga yang
seharusnya menjadi sadar, malah menjadi salah. Atau mungkin dia lupa bahwa
berapa kali musuh menjadi teman jika berhadapan dengan Rasulullah SAW, bukan
malah sebaliknya.
Pada intinya, sikap holistis ini perlu menjadi pondasi umat dalam
mengawal langkah mereka dalam bersikap dan berpikir. Maukah kita mempunyai
pasangan tanpa kepala?, punya tangan kanan tanpa tangan kiri? Karena
sesungguhnya, sesuatu itu akan terlihat indah jika kita memandangnya secara
utuh.
Oleh: Muhammad Fajar
0 Komentar